BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Pada tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai
penyelenggaraan konferensi di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri
oleh beberapa utusan daerah yang telah dikuasai Belanda (M.C. Ricklefs, 2005: 450). Konferensi Malino membahas pembentukan
Negara-negara bagian dari suatu Negara federal. Berawal dari konferensi
tersebut, Van Mook atas nama Negara Belanda mulai membentuk negara-negara
boneka yang tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah keberadaan
Republik Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan
Negara-negara bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini
merupakan perwujudan dari politik kolonial Belanda, yaitu devide et impera.
Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta 6 Juli 1949, perundingan dengan
BFO yang telah dirintis di Bangka dimulai lagi (M.C. Ricklefs, 2005: 465). Yang
dibahas dalam perundingan itu adalah pembentukan pemerintah peralihan sebelum
terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian
pada tanggal 19-22 Juli 1949, diadakan perundingan diantara kedua belah pihak,
yang disebut konferensi antar Indonesia. Konferensi itu memperlihatkan bahwa
politik divide et impera Belanda
untuk memisahkan daerah-daerah di luar Republik dari Republik Indonesia,
mengalami kegagalan.
B.
Rumusan
Masalah
Dari latar
belakang masalah di atas, peneliti dapat merumuskan masalah pokok dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana latar belakang
terbentuknya negara RIS ?
2. Bagaimana jalannya pemerintahan negara
RIS ?
3. Mengapa negara RIS dibubarkan ?
C. Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan dari pembahasan latar belakang diatas adalah sebagai berikut :
1. Untuk memahami dan mengetahui
bagaimana latar belakang terbentuknya negara RIS.
2. Untuk memahami dan mengetahui
bagaimana jalannya negara RIS.
3. Untuk memahami dan mengetahui
mengapa negara RIS dibubarkan.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk menambah
pengetahuan tentang ilmu sejarah khususnya, yaitu faktor yang melatarbelakangi terbentuknya negara RIS, jalannya
negara RIS, penghapusan negara-negara bagian dan
penggabungan diri kedalam negara RI.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar Belakang Terbentuknya Negara
RIS
Ketika
diproklamasikan atas kemerdekaannya dari para penjajah pada tanggal 17 Agustus
1945 Indonesia tidak bisa bernafas dengan lega. Kekalahan Jepang oleh Sekutu
dijadikan oleh Belanda sebagai alat untuk politik ambil kekuasaan atas negara
jajahannya. Alasan pelucutan senjata tentara Jepang yang telah menguasai Hindia
Belanda dijadikan sebagai opini dan hal ini juga di back up oleh tentara NICA.
Bukan
terbatas pelucutan senjata yang diopinikan oleh Belanda melainkan pengambil
alihan kekuasaan mereka yang pernah dikuasai oleh pihak Jepang. Merasa
Indonesia telah merdeka maka rakyat Indonesia tidak bisa tinggal diam melihat
situasi tersebut sehingga timbullah beberapa pemberontakan untuk mempertahankan
kemerdekaan. Banyak korban jiwa baik dari pihak Belanda ataupun pihak
Indonesia, melihat kenyataan tersebut sangat sulit bagi Belanda agar dapat
menguasai daerah kesayangannya seperti dulu. Oleh karena itu Belanda mencari
jalan lain untuk dapat mengusai Indonesia yaitu dengan langkah pembentukan
Komite Indonesia Serikat untuk menciptakan Indonesia berbentuk negara federal,
sedangkan Negara Republik Indonesia sebisa mungkin dimusnahkan atau dijadikan
sebagai negara bagian dengan memiliki luas daerah yang sempit. (Joeniarto,
1990: 59-60)
Negara
federal (serikat) adalah tata cara kenegaraan yang mengasumsikan adanya negara
dalam negara. Kemudian dijelaskan bahwa negara federal terjadi pembagian
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Pemerintah pusat dalam
hal ini hanya berwenang dalam urusan moneter, pertahanan keamanan (atas ancaman
dari luar), dan berbagai urusan luar negeri yang berkaitan dengan negara secara
utuh. Negara federal adalah negara yang merupakan gabungan dari beberapa negara
yang berdiri sendiri, masing-masing dengan perlengkapannya yang cukup, dengan
kepala negara sendiri, dengan pemerintahan sendiri, dan dengan badan-badan
legislatif dan yudikatif sendiri.
Pada tanggal 15 Juli 1946, Dr. H.J. van Mook memprakarsai
penyelenggaraan konferensi di Malino, Sulawesi Selatan. Konferensi ini dihadiri
oleh beberapa utusan daerah yang telah dikuasai Belanda (M.C. Ricklefs, 2005:
450). Konferensi Malino membahas
pembentukan Negara-negara bagian dari suatu Negara federal. Berawal dari
konferensi tersebut, Van Mook atas nama Negara Belanda mulai membentuk
negara-negara boneka yang tujuannya adalah untuk mengepung dan memperlemah
keberadaan Republik Indonesia. Dengan terbentuknya Negara-negara boneka, RI dan
Negara-negara bagian akan dengan mudah diadu domba oleh Belanda. Hal ini
merupakan perwujudan dari politik kolonial Belanda, yaitu devide et impera.
Sejak kembalinya para pemimpin RI ke Yogyakarta 6 Juli 1949, perundingan dengan
BFO yang telah dirintis di Bangka dimulai lagi (M.C. Ricklefs, 2005: 465). Yang
dibahas dalam perundingan itu adalah pembentukan pemerintah peralihan sebelum
terbentuknya Negara Indonesia Serikat. Kemudian
pada tanggal 19-22 Juli 1949, diadakan perundingan diantara kedua belah pihak,
yang disebut konferensi antar Indonesia.
Pada konferensi antar Indonesia yang diselenggarakan di
Yogyakarta itu dihasilkan persetujuan mengenai bentuk Negara dan hal-hal yang
bertalian dengan ketatanegaraan Negara Indonesia Serikat, sebagai berikut:
1. Negara Indonesia Serikat disetujui
dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan federalisme.
2. RIS akan dikepalai seorang Presiden
konstitusional dibantu oleh menteri-menteri federalisme.
3. Akan dibentuk dua badan perwakilan,
yaitu sebuah dewan perwakilan rakyat dan sebuah dewan perwakilan Negara bagian
(senat). Pertama kali akan dibentuk dewan perwakilan rakyat sementara.
4. Pemerintah federal sementara akan
menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara Belanda, melainkan pada saat
yang sama juga dari Republik Indonesia (Ide Anak Agung Gde Agung, 1985:
592-595).
Konferensi antar Indonesia
dilanjutkan kembali di Jakarta pada tanggal 30 Juli sampai 2 Agustus 1949, dan
dipimpin oleh Perdana Menteri Hatta yang membahas masalah pelaksanaan dari
pokok-pokok persetujuan yang telah disepakati di Yogyakarta. Kedua belah pihak
setuju untuk membentuk Panitia Persiapan Nasional yang bertugas
menyelenggarakan suasana tertib sebelum dan sesudah KMB. Sesudah berhasil menyelesaikan
masalahnya sendiri dengan musyawarah di dalam konferensi antar Indonesia, kini
Indonesia siap menghadapi KMB.
Pada tanggal 4 Agustus 1949 diangkat
delegasi RI yang terdiri dari: Drs. Moh Hatta, Mr. Moh Roem, Prof. Dr. Mr.
Supomo, dr. J. Leimena, Mr. Alisastroamidjojo, Ir. Juanda, Dr. Sukiman, Mr.
Suyono Hadinoto, Dr. Soemitro Djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim, Kolonel T.B.
Simatupang, dan Mr. Sumardi. Delegasi BFO di wakili oleh Sultan Hamid II dari
Pontianak.
Salah
satu keputusan KMB di Den Haag Belanda adalah Indonesia menjadi negara serikat
dengan nama Republik Indonesia Serikat. untuk membentuk RIS tersebut, pada
tanggal 14 Desember 1949 para wakil pemerintah yang akan menjadi bagian dari
RIS, NIP, dan DPR mengadakan sidang di Jakarta. Sidang tersebut berhasil
menyetujui naskah konstitusi untuk RIS yang dikenal sebagai UUD RIS. Pada
tanggal 16 Desember 1949 diadakan sidang pemilihan presiden RIS di gedung
Kepatihan, Yogyakarta oleh wakil dari enam belas negara bagian. Sidang itu
dipimpin oleh ketua dan wakil ketua panitia persiapan nasional, Muh.Roem dan
Anak Agung Gede Agung. Calon presiden RIS adalah Ir. Sukarno sebab ketokohannya
paling populer, baik di wilayah RI maupun di lingkungan BFO.
Pada
tanggal 9 Desember 1949 Badan Perwakilan Sementara mengadakan rapat lagi untuk
memilih anggota Parlemen dan Senat Republik Indonesia Serikat yang akan
mewakili Negara Indonesia Timur dalam Parlemen dan Senat Federal.
Hasil
pemilihan anggota Badan Perwakilan Rakyat dan Senat Republik Indonesia Serikat
adalah sebagai berikut :
Untuk
Badan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat dipilih anggota-anggota :
a. Tom Ollii,
b. Bachmid,
c. Pupella,
d. Dauhan,
e. Rotti,
f.
Mr. Teng Tjing Leng,
g. A.
C. Manoppo,
h. A. Mononutu,
i.
Sahetappy Engel,
j.
Andi Gappa,
k. Sonda Daeng Mattajang,
l.
Nyonyah Waroh,
m. Andi Lola,
n. Manteiro,
o. Jamco, dan
p.
Pitol.
Untuk
Senat Republik Indonesia Serikat diusulkan nama-nama kepada Pemerintah Negara
Indonesia Timur untuk ditunjuk dua orang di antara mereka sebagai berikut:
a. Andi Ijo Karaeng Lalolang (Raja Goa,
Sulawesi Selatan),
b. Tangkilisang (KepalaDistrikAmurang
di Minahasa),
c. Koroh , Raja Amarassi (Timor), dan
d.
Sultan DjabirSyah (Ternate)
Dari
calon tersebut Pemerintah Negara Indonesia Timur menunjuk sebagai calon Senat
Republik Indonesia Serikat :
a. M. Pellaupessy (Maluku Selatan),
b.
Sultan Kaharuddin (Sumbawa) (Ide Anak Agung Gde Agung, 1985:
677-678).
Komisi
Urusan Politik dan Konstitusional yang dihasilkan dalam KMB telah merumuskan
dan menghasilkan beberapa rekomendasi yang memang hasil ini mengacu kepada
hasil dari Konferensi Inter Indonesia yang dilaksanakan di Yogyakarta, yaitu:
1. Negara Indonesia Serikat disetujui
dengan nama RIS berdasarkan demokrasi dan federalisme.
2. RIS akan dikepalai seorang Presiden
konstitusional dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung jawab kepada Dewan
Perwakilan Rakyat.
3.
Akan dibentuk dua badan perwakilan, yaitu sebuah dewan
perwakilan rakyat dan sebuah dewan perwakilan Negara bagian (senat). Pertama
kali akan dibentuk dewan perwakilan rakyat sementara.
Pemerintah
federal sementara akan menerima kedaulatan bukan saja dari pihak Negara
Belanda, melainkan pada saat yang sama juga dari Republik Indonesia. Pada
tanggal 17 Desember 1949 diadakan upacara pelantikan presiden RIS di Bangsal
Sitinggil, Keraton Yogyakarta. Setelah dilantik, Presiden Sukarno menunju empat
formatur kabinet, yaitu Drs. Moh. Hatta, Sri Sultan Hamengku Buwana IX, Anak
Agung Gede Agung, dan Sultan Hamid Algadrie. Drs. Moh. Hatta terpilih menjadi
perdana menteri yang akan memimpin Kabinet RIS. Berdasarkan UUD RIS, maka
DPR-RIS terdiri atas Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Negara yang
disebut Senat. Jumlah anggota DPR ada 150 orang, terdiri atas 50 orang dari RI
dan 100 orang dari lingkungan BFO. Jumlah anggota senat ada 32 orang. Setiap
negara bagian mengirimkan dua orang wakilnya. Kepala Negara RIS adalah
Presiden. Presiden RIS berstatus sebagai presiden konstitusional sehingga tidak
mempunyai kekuasaan untuk memerintah. Kekuasaan pemerintahan dipegang oleh
perdana menteri.
Presiden hanya mempunyai wewenang untuk mengesahkan hasil
putusan kabinet yang dipimpin oleh perdana menteri. Dengan demikian, sistem
demokrasi yang diterapkan pada RIS adalah demokrasi Liberal seperti yang
diterapkan di Belanda dan RI sejak Sultan Syahrir berkuasa.
Berdasarkan keputusan pada perundingan KMB (Konferensi Meja
Bundar) antara Moh. Hatta, Moh. Roem dengan Van Maarseven di Den Haag Belanda
memutuskan bahwa bentuk negara Indonesia adalah negara RIS (Republik Indonesia
Serikat). Negara Republik Indonesia Serikat memiliki total 16 negara bagian dan
3 daerah kekuasaan ditetapkan tanggal 27 Desember 1949. Tujuan dibentuknya
negara RIS tidak lain adalah untuk memecah belah rakyat Indonesia dan
melemahkan pertahanan Indonesia.
A. Daerah Kekuasaan RIS 1 mencakup :
a.
Negara Pasundan
b.
Republik Indonesia
c.
Negara Jawa Timur
d.
Negara Indonesia Timur
e.
Negara Madura
f.
Negara Sumatera Selatan
g.
Negara Sumatera Timur
B. Daerah Kekuasaan RIS 2 mencakup :
a. Negara Riau
b. Negara Jawa Tengah
c. Negara Dayak Besar
d. Negara Bangka
e. Negara Belitung
f.
Negara Kalimantan Timur
g. Negara Kalimantan Barat
h. Negara Kalimantan Tenggara
i.
Negara Banjar
C. Daerah Kekuasaan RIS 3 adalah :
Daerah Indonesia lainnya yang bukan termasuk negara
bagian.
Program
Kabinet RIS adalah sebagai berikut :
a. Menyelenggarakan supaya pemindahan
kekuasaan ke tangan bangsa Indonesia di seluruh Indonesia terjadi dengan
seksama. Mengusahakan reorganisasi KNIL dan pembentukan Angkatan Perang RIS dan
mengembalikan tentara Belanda ke negerinya dalam waktu yang selekas–lekasnya.
b. Menyelenggarakan ketentraman umum,
supaya dalam waktu yang sesingkat–singkatnya terjamin berlakunya hak–hak
demokrasi dan terlaksananya hak–hak dasar manusia dan kemerdekaannya.
c. Mengadakan persiapan untuk dasar
hukum, cara bagaimana rakyat menyatakan kemauannya menurut asas–asas UUD RIS
dan menyelenggarakan Pemilihan Umum untuk Konstituante.
d. Berusaha memperbaiki ekonomi rakyat,
keadaan keuangan, perhubungan, perumahan dan kesehatan untuk jaminan social dan
penempatan Tenaga kambali ke dalam masyarakat. Mengadakan
peraturan tentang upah minimum, pengawasan pemerintah atas kegiatan ekonomi
agar kegiatan itu terwujud kepada kemakmuran rakyat seluruhnya.
e. Menyempurnakan Perguruan Tinggi
sesuai dengan keperluan masyarakat Indonesia dan membangun Kebudayaan Nasional,
mempergiat pemberantasan buta huruf di kalangan rakyat.
f. Menjalankan Politik Luar Negeri yang memperkuat kedudukan
RIS dalam dunia internasional dengan memperkuat cita-cita perdamaian dunia dan
persaudaraan bangsa-bangsa, memperkuat hubungan moral, politik dan ekonomi
antara Negara-Negara Asia tenggara (Mohammad Hatta, 1979: 561-562).
B.
Jalannya Pemerintahan Negara RIS
Setelah membentuk kabinet RIS yang pertama kalinya, RIS
sudah harus segera membenahi pemerintahan. Salah satu permasalahan yang segera
diselesaikan adalah hasil lain Komisi urusan Politik dan Konstitusional adalah
permasalahan kebangsaan dan kewarganegaraan. Beberapa rekomendasi Komisi urusan
Politik dan Konstitusional adalah :
a. Orang-orang Belanda yang lahir di
Indonesia, atau bertempat tinggal di Indonesia lebih dari enam bulan, berhak
memohon kebangsaan Indonesia.
b. Para kaulanegara yang tak termasuk
golongan penduduk Belanda, tetapi yang termasuk golongan penduduk orang-orang
asli di Indonesia, maupun penduduk Republik Indonesia, pada asas berkebangsaan
Indonesia. Mereka berhak memilih kebangsaan Belanda, jika mereka bertempat
tinggal di negeri Belanda atau di luar Indonesia.
c. Ketentuan-ketentuan khusus diadakan untuk para kaulanegara
Belanda bukan orang-orang Belanda, yang termasuk golongan penduduk orang-orang
asli Indonesia dan bertempat tinggal di Suriname atau di Antillen Belanda atau
yang asalnya bukan orang Indonesia (Ide Anak Agung Gde Agung, 1983:307).
Permasalahan
kebangsaan dan kewarganegaraan yang membutuhkan sikap dan tindakan RIS untuk
dapat segera melakukan hasil dari Komisi Politik dan Konstitusional dalam
masalah Kebangsaan dan Kewarganegaraan. Permasalahn kebangsaan dan
kewarganegaraan yang terjadi di Republik Indonesia Serikat lebih disebabkan
karena kebijakan dan tindakan pemerintah Belanda yang ketika menjajah Indonesia
telah banyak melakukan pembuangan terhadap masyarakat pribumi ke luar
Indonesia, dan berusaha untuk menciptakan Negara Hindia Belanda dengan
mendatangkan masyarakat belanda ke Indonesia untuk mendiami tanah atau
daerah-daerah di wilayah Indonesia.
Masalah berikutnya yang dihadapi oleh Pemerintah RIS
adalah mengenai persoalan “Negara Hukum”. Masalah terakhir adalah angkatan
perang. TNI merupakan inti dari Angkatan Perang RIS. Maka dalam persetujuan KMB
mengenai persoalan tentara yang disebut hanya persoalan reorganisasi KNIL.
Masalah ini pula yang turut menyebabkan pemberontakan yang dipimpin oleh Andi
Azis.
Adanya
halangan psikologis yang seperti itu, ternyata masih ditambah realitas politik
yang berkembang saat itu. Dalam negara Republik Indonesia Serikat (RIS),
Republik Indonesia (RI) yang sesungguhnya tidak lebih dari satu diantara 32
negara bagian yang ada, pada dasarnya masih tetap otonom. Kondisi itu terlihat
karena secara administrasi RI tidak bergantung kepada RIS. Hal itu lebih
diperparah lagi, dengan banyaknya pegawai negeri sipil dalam negara-negara bagian,
seperti Jawa Tengah, Jawa Timur dan Pasundan yang lebih mentaati aturan-aturan
dari Ibukota.
RI Yogyakarta dibandingkan terhadap Jakarta. Keadaan itu
seringkali menimbulkan administrasi ganda yang membingungkan. Ada dua kelompok
pegawai negeri sipil yang berusaha mengatur teritorial yang sama dengan dua
aturan yang sangat mungkin berbeda. Fenomena itu merupakan manifestasi politik
pada masa sebelumnya. Pembentukan negara-negara bagian di berbagai wilayah
Indonesia oleh Belanda, pada dasarnya eksistensinya tidak pernah diakui oleh
Pemerintah RI di Yogyakarta.
Tindakan yang kemudian diambil oleh Pemerintah RI adalah
mendirikan pemerintahan bayangan di negara-negara bagian, mulai dari desa
sampai ke tingkat yang lebih tinggi lagi. Untuk menunjukkan eksistensi RI di
daerah yang kemudian dikenal sebagai Bijenkomst
voor Federaal Overleg (BFO) ini, dikirim uang ORI (Oeang Republik
Indonesia). Dengan tindakan itu, maka secara ekonomis dan politis, RI masih eksis
di wilayah BFO. Faktor lainnya adalah prestise RI yang tinggi karena dianggap
sebagai pemenang perang dan perjuangan kemerdekaan. Prestise itu semakin
meningkat dengan terjaminnya law and
order di wilayah R I, kelancaran administrasi pemerintahan, dan korupsi yang
relatif tidak ada dibandingkan dengan negara-negara bagian lainnya.
Semua
kondisi itu diperkuat dengan solidnya kaum republiken di tubuh pemerintahan
RIS. Mulai dari Presiden RIS, Soekarno jelas merupakan seorang republiken yang
pasti mendukung gerakan kembalinya negara kesatuan. Perdana Menteri Moh. Hatta
dan kabinetnya juga didominasi oleh kaum republiken. Oleh karena itu, secara politis
dan adminitratif kaum republiken sudah menguasai pemerintahan Negara RIS. Saat
itu, dalam susunan kabinet Hatta yang dianggap mewakili kaum federalis hanya
lima orang, yaitu:
1. Ide Anak Agung Gde Agung sebagai
menteri dalam negeri,
2. Kosasih sebagai menteri sosial,
3. Arnold Mononutu sebagai menteri
penerangan,
4.
Sultan Hamid II dan Suparmo sebagai menteri tanpa
portopolio.
Akan
tetapi apabila diperhatikan lagi, diketahui bahwa meskipun Arnold Monomutu
berasal dari BFO, sesungguhnya dalam parlemen Negara Indonesia Timur (NIT), dia
merupakan kelompok pro-republiken. Dengan demikian, dia dipandang lebih
republiken daripada federalis. Dari semua anggota kabinet Hatta, yang
sungguh-sungguh mendukung bentuk negara federal hanyalah Sultan Hamid II dan
Anak Agung Gde Agung.
Pada
sisi yang lainnya terdapat ambisi politik yang kuat dan terus dipelihara dalam
tubuh Pemerintahan dan Negara R I untuk mengembalikan bentuk negara kesatuan di
Indonesia. Hal itu dapat diketahui dengan ditempatkannya usaha untuk meneruskan
perjuangan mencapai negara kesatuan yang meliputi seluruh Kepulauan Indonesia
dalam program kabinet Dr. A. Halim,Perdana Menteri R I.
Dorongan
semangat yang lebih besar datang muncul karena dua kejadian. Pertama,
ditariknya kekuatan militer Belanda di negara bagian yang tergabung dalam BFO.
Kedua, berkaitan dengan yang pertama, kondisi tersebut menyebabkan
dibebaskannya ribuan tahanan politik yang sangat pro-republiken dari berbagai
penjara. Semua kondisi itu menyebabkan kekuatan gerakan persatuan menjadi lebih
besar. Gerakan yang menentangnya hanya muncul di tempat-temapt di mana sejumlah
kesatuan pasukan kolonial dan Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger
(KNIL) belum didemobilisasi.
Kuatnya gerakan persatuan itu kemudian semakin bertambah
kuat karena mayoritas masyarakat negara bagian juga tidak mendukung pembentukan
negara-negara bagian tersebut. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
pembentukan negara-negara bagian sangat tidak memiliki dukungan yang kuat,
kecuali dari Belanda. Oleh karena itu, ketika Belanda mulai melepaskan
kontrolnya atas negara-negara bagian maka rakyat negara bagian itu bergerak menuntut
untuk kembali kepada RI. Dengan kondisi itu, maka kejatuhan negara-negara bagian
tinggal menunggu waktu saja. Oleh karena itu wajar apabila di berbagai negara
bagian muncul gerakan yang menuntut pembubaran pemerintah daerahnya atau negara
bagiannya. Gerakan semacam itu kemudian menuntut agar daerahnya digabungkan
kepada RI (Haryono Rinardi, 2010).
C.
Dibubarkannya Negara RIS
Kesepakatan antara kerajaan Belanda
dengan Republik Indonesia demi menghindari peperangan serta mengurangi
penderitaan rakyat Indonesia dari perang, serta menghindari terjadinya Agresi
militer Belanda, maka pemerintah RI bersedia untuk berkompromi dengan
pemerintah kerajaan Belanda. Dalam perundingan-perundingannya, kedua belah
pihak dibentu oleh Negara-Negara yang memperdulikan perdamaian serta Dewan
Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Berbagai jalan telah ditempuh untuk
mencari pemecahan permasalahan antara Belanda dengan Indonesia, melalui
Konferensi Asia di New Delhi India yang dilaksanakan tanggal 20 Januari 1949
merupakan salah satu jalan untuk mencari pemecahan masalah antara kedua belah
pihak. Resolusi Dewan Keamanan PBB turut membantu dalam mencari jalan keluar
dengan mengeluarkan resolusi-resolusi perdamaian.
Komite Tiga Negara (KTN) yang
menjadi salah satu resolusi Dewan Keamanan, Belanda yang diwakili oleh Belgia,
Indonesia diwakili oleh Australia yang selanjutnya difasilitasi oleh Amerika
Serikat. Yang selanjutnya diteruskan dalam kesepakatan Renville yang dilaksanakan
di atas Kapal Perang USS Renville milik Amerika Serikat telah ditempuh kedua
belah pihak demi perdamaian keduanya.
Maka disepakati pula hasil
kesepakatan Roem Royen untuk mengatasi krisis antara Belanda dengan Indonesia
yang sempat meruncing dengan dilancarkannya Agresi militer. Sebuah kesepakatan
yang akan membawa Republik Indonesia dan Belanda menuju pada suatu pemahaman dan
membentuk suatu pemerintahan bersama dalam Konferensi Meja Bundar (KMB).
Ketika Konferensi Meja Bundar dibuka
tanggal 23 Agustus 1949, maka dimulailah perundingan-perundingan yang akan
membawa Indonesia dalam mencari jalan baru tanpa adanya peperangan dan jalan
untuk membentuk suatu kedaulatan baru. Sebuah perundingan yang menghasilkan
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Republik Indonesia Serikat yang
diresmikan tanggal 27 Desember 1949 telah membawa Republik Indonesia memasuki
era baru, yaitu menjadi sebuah Negara Bagian yang dibentuk oleh Belanda dengan
sistem pemerintahan federal.
Adalah Letnan Gubernur Jenderal Van
Mook, yang merancang ide untuk menjadikan Indonesia sebagai Negara Federal.
Adalah Letnan Gubernur Jenderal Van Mook yang mendirikan Negara-Negara boneka
di indonesia demi melemahkan dan membatasi ruang gerak politik dari
pemerintahan Republik Indonesia yang sah. Dan ide Van Mook sehingga Belanda
melaksanakan Agresi Militernya, sehingga membuat Republik Indonesia mengambil
jalan untuk berunding dan mencari jalan keluar tanpa peperangan. Dan mau tidak
mau Indonesia harus menerima hasil perundingan KMB yang menyepakati dibentuknya
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Hasil-hasil perundingan antara
Kerajaan belanda dan Republik Indonesia yang telah dilakukan di berbagai
kesempatan dan waktu sehingga menghasilkan Republik Indonesia Serikat tidak
membawa pengaruh yang berarti. Terbukti sejak pendeklarasian RIS sebagai Negara
yang berdaulat, ternyata kedaulatan RIS tidak berjalan lama dan dapat dikatakan
hanya seumur jagung. Suatu perjuangan yang sia-sia yang dilakukan Indonesia dan
Belanda, karena pada dasarnya kedaulatan Republik Indonesia akan kembali
menjadi tumpuan bersatunya seluruh wilayah di Indonesia.
Beberapa penyebab gagalnya Republik
Indonesia Serikat dalam mempertahankan kedaulatannya sebagai sebuah Negara
Federal adalah sebagai berikut:
a.
Disintegrasi Kedaulatan Republik Indonesia Serikat
Di beberapa daerah di wilayah RIS telah terjadi
pemberontakan dan gerakan yang mengancam kedaulatan RIS, yaitu:
1. Gerakan angkatan Perang Ratu Adil
(APRA) Pimpinan Kapten Raymond Westerling dan Sultan Hamid II,
2. Pemberontakan Andi Azis pimpinan
KNIL di Makasar yang tidk menerima peleburan KNIL ke dalam APRIS, serta
3. Gerakan mendirikan Negara sendiri yaitu
Republik Maluku Selatan (RMS) pimpinan Dr. Soumokil di Maluku yang tidak
menerima kebijakan-kebijakan RIS.
b. Ketatanegaraan Republik Indonesia
Serikat
Adanya desakan dari Negara-Negara bagian RIS agar segera
diadakan perubahan bentuk Negara. Alasannya adalah bahwa Negara-Negara bagian
yang masuk ke dalam RIS masih setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia,
dan masih setia kepada Pancasila dan UUD 1945.
c.
Masalah Keuangan dan Ekonomi RIS
Negara yang baru berdiri seperti RIS harus mendapat tanggung
jawab dalam hal ekonomi dengan hutang akibat perang. Hal ini pula yang tidak
dapat menopang kelangsungan kedaulatan RIS, ini yang menimbulkan rasa ketidakpuasan
rakyat dan Negara-Negara bagian terhadap kabijakan-kebijakan RIS yang diambil
berdasarkan hasil Konferensi Meja Bundar tanggal 23 Agustus 1949. Untuk
mengatasi kesulitan di bidang keuangan, RIS mengambil jalan :
1. Mengadakan rasionalisasi dalam
susunan Negara dan dalam badan-badan serta alat-alat pemerintahan,
2. Menyelidiki secara lebih baik dan
teliti mengenai anggaran Negara-negara bagian,
3. Mengintensiveer pemungutan berbagai
iuran dan cukai,
4. Mengadakan pajak baru, dan
5.
Mengadakan pinjaman nasional.
Negara RIS buatan Belanda tidak dapat bertahan lama karena
muncul tuntutan-tuntutan untuk kembali ke dalam bentuk NKRI sebagai perwujudan
dari cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945. Gerakan menuju pembentukan NKRI
mendapat dukungan yang kuat dari seluruh rakyat. Banyak Negara-negara bagian
satu per satu menggabungkan diri dengan Negara bagian Republik Indonesia.
Pada tanggal 10 Februari 1950, DPR Negara Sumatera Selatan
memutuskan untuk menyerahkan kekuasaannya pada RI. Tindakan semacam ini dengan
cepat dilakukan oleh Negara-negaa bagian lainnya ynag cenderung untu
menghapuskan Negara-negara bagian dan menggabungkan diri ke dalam RI. Pada
akhir Maret 1950, hanya tersisa empat Negara bagian dalam RIS, yaitu Kalimantan
Barat, Sumatera Barat, Negara Indonesia Timur, dan Republik Indonesia. Pada
akhir April 1950, maka hanya Republik Indonesia yang tersisa dalam RIS.
Penggabungan Negara-negara bagian ke
dalam RI menimbulkan persoalan baru khususnya dalam hubungan luar negeri. Hal
ini karena RI hanya Negara bagian RIS, hubungan luar negeri yang berlangsung
selama ini dilakukan oleh RIS. Sehingga peleburan Negara RIS ke dalam RI harus
dihindari untuk menjamin kedaulatan negara. Solusinya adalah RIS harus menjelma
menjadi RI.
Setelah diadakan konferensi antara Pemerintah RIS dan RI untuk membahas
penyatuan negara, pada tanggal 19 Mei 1950, pemerintah RIS dan RI menandatangani
Piagam Persetujuan pembentukan Negara kesatuan. Pokok dari isi piagam tersebut
adalah kedua belah pihak dalam waktu yang sesingkat-singkatnya melaksanakan
pembentukan Negara kesatuan berdasar Proklamasi 17 Agustus 1945.
Rapat-rapat antara pemerintah RIS dan RI mengenai Negara
kesatuan semakin sering dilakukan. Setelah rapat mengenai Pembagian daerah yang
akan merupakan wilayah NKRI, maka pada tanggal 15 Agustus 1950 diadakan rapat
gabungan yang terakhir dari DPR dan Senat RIS di mana dalam rapat ini akan
dibicarakan “piagam pernyataan” terbentuknya NKRI oleh Presiden Soekarno.
Setelah pembacaan piagam pernyataan terbentuknya NKRI, maka dengan demikian
maka pada tanggal 17 Agustus 1950 Negara Kesatuan diproklamirkan oleh Soekarno
dan berlakulah Undang-Undang dasar baru Negara Kesatuan Republik Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Adanya
keinginan dari pemerintah Belanda untuk kembali menduduki Indonesia maka
menyebabkan konflik antara Indonesia dengan Belanda. Penyelesaian konflik ini
dilakukan oleh pihak PBB dengan adanya pengadaan Konferensi Meja Bundar (KMB)
dan salah satu hasil dari Konferensi tersebut adalah pembentukan Negara
Republik Indonesia Serikat.
Setelah itu, pada tanggal 27 Desember 1949 sudah
dibentuk dan diberlakukannya Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (KRIS). Konstitusi RIS ini memiliki sifat hanya
sementara saja, dengan ketentuan bentuk negara Federal, sistem pemerintahan
yang digunakan adalah parlementer, dengan daerah yang sudah ditentukan dalam
konstitusi tersebut dan juga terdapat pengaturan hubungan negara dengan rakyat.
Pemberlakuan
Konstitusi RIS hanya 8 bulan, yaitu mulai tanggal 27 Desember 1949 hingga 17
Agustus 1950. Ketika tanggal 17 agustus 1950, Indonesia sudah kembali dalam
bentuk Kesatuan. Hal tersebut disebabkan oleh tuntutan-tuntutan masyarakat
untuk kembali ke dalam bentuk kesatuan.
B.
SARAN
Kami menyadari bahwa
makalah kami ini masih banyak terdapat kekurangan atau kesalahan dan masih jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu kiranya kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari berbagai pihak demi sempurnanya makalah ini yang akhirnya dapat berguna
bagi kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
Ricklefs, M.C. 2005. Sejarah
Indonesia Modern 1200-2004. Jakarta: Serambi
Joeniarto. 1990. Sejarah
Ketatanegaraan Republik Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
http://fisipol.unmuhjember.ac.id/berita/162.aspx?head=DEFINISI
NEGARA FEDERAL
Gde Agung, Ide Anak Agung. 1985. Dari Negara Indonesia Timur Ke Republik Indonesia Serikat.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Hatta, Mohammad. 1979. Mohammad
Hatta: Memoir. Jakarta: Tirtamas